Minggu, 08 Februari 2015

Penanganan Penambangan Batu Kapur Liar Akan Diserahkan Ke Polda Jabar

KARAWANG,IFO- Sekda Pemkab Karawang, Teddy Ruspendi Sutisna, mengatakan, bahwa penambangan batu kapur secara liar di Desa Tamansari, Tamanmekar dan Ciptasari, Kecamatan Pangkalan, sekitar penanganan kasusnya akan diserahkan ke pihak Polda Jabar. Ini karena yang terjadi di Bukit Kapur Tamansari, Karst Karawang Selatan itu, bukan masalah penambangan batu liar yang dilakukan secara masiv, tetapi  prosesi untuk memecahkan batu kapur itu sendiri disinyalir menggunakan bahan peledak.
        
Menurut Teddy, cukup beralasan jika penanganan kasus tersebut diserahkan ke tingkat Polda Jabar. Pasanya, yang melihat langsung keberadaan hutan lindung dengan SDM batu kapur tersebut, selain Wakil Gubennur Jabar, H. Deddy Mizwar saat melakukan Sidak, juga dikuatkan oleh hasil kajian dari pihak PPLHD Jabar.
       
Teddy lebih jauh menjelaskan, kegiatan penambangan batu kapur secara liar dan masiv tersebut, belakangan ini sudah dihentikan. Namun sejauh ini belum terpantau, apakah diantara pengusaha yang kemarin melakukan penambangan liar, secara diam-diam melangsungkan kembali di lokasi tersebut. " Sekitar Pemantuan kegiatan kewenangan berada di bawah Dinas Pol.PP," kata Sekda Karawang.
         
Dia mengakui, bahwa salah satu perusahaan nasional yang bergerak di bidang pengadaan semen yakni PT. JSI telah mengantongi SPPR (Surat Permohonan Pemanfataan Ruang) dari Kantor Bappeda setempat. Namun demikian, untuk melakukan kegiatan penambangan di lokasi batu kapur tersebut, pihak perusahaan tidak cukup hanya dengan mengantongi SPPR saja, karena ada beberapa persyaratan lainya yang juga harus dipenuhi sebagai persyatan mutlak.
         
Seperti diakui Kepala Bappeda Karawang, Samsuri, untuk melangsungkan kegiatan penambangan batu kapur di karst Kabupaten Karawang Selatan, perlu ditopang dasar hukum berupa Perda. Kemudian Perda tersebut bukan hanya saja mengatur soal kegiatan penambangan semata, tetapi jumlah luas lahan yang harus ditambang setiap perusahaan yang mengantongi ijin juga perlu diatur, disamping Perda itu mengatur tentang kewajiban retsibbusi pihak penambang kepada Pemkab Karawang.
        
Sementara itu H. Jazs yang disebut-sebut berada di belakangan rencana pensuksesan pembuatan Perda Pertambangan, membantah keras, menyusul tidak ada relevansinya komisinya di DPRD terkait dengan kegiatan penambangan tersebut. Menurut H. Jazs, yang berkompeten dengan urusan tersebut di DPRD Karawang adalah komisi A. " Kemungkinan almarhum Jiton ketika itu, hanya memberikan nota saran dan kajian teknis terhadap Bupati," pungkasnya.
(jayadi)

Penambangan Liar Meluas

Kepala Taman Nasional Gunung Merapi Tri Prasetyo mengatakan batas penambangan pasir Merapi hanya diperbolehkan pada jarak tujuh kilometer lebih dari puncak gunung. Agar tak merusak lingkungan, penambangan harus dilakukan di sungai yang masih menyimpan deposit pasir. "Tapi nyatanya sekarang hanya berjarak tiga kilometer," nya, Selasa.
Menurutnya, cadangan pasir Merapi di sungai-sungai yang terletak di Provinsi telah habis. Cadangan itu hanya tersisa di Sungai Woro dan Gendol yang masuk wilayah Klaten Jawa Tengah dan Sleman Yogyakarta.
Lantaran cadangan pasirnya telah habis, lanjutnya, para penambang di Setempat itu merambah masuk ke wilayah Taman Nasional. Tak hanya di sungai, para penambang bahkan secara terang-terangan menambang di areal terbuka. Mereka mengeruk pasir yang tersimpang di hutan. "Mereka mencuri pasir di bawah pohon," katanya.
Penambangan pasir secara ilegal itu telah meresahkan masyarakat sekitar. Selain merusak lingkungan, sumber-sumber air yang terletak di lereng Merapi terancam mati. Warga sekitar, yang mayoritas merupakan petani salak, khawatir sulit mendapatkan air untuk mengairi perkebunan mereka. "Sekarang untung masih musim hujan, coba pas kemarau," katanya.
Sebanyak 18 truk penambang pasir ilegal telah ditahan karena menambang pasir di Ngablak beberapa waktu lalu. Bahkan di Kemiren, warga sempat memprotes masih beroperasi penambangan pasir di daerahnya. Namun ironisnya, penambangan pasir masih terus berlangsung.
Dia menilai, masalah penambangan pasir telah kompleks dan sulit terpecahkan. Pemerintah selalu berdalih, penambangan itu menyangkut masalah ekonomi masyarakat sekitarnya. Padahal, keuntungan ekonomi yang didapat tak sebanding dengan ancaman kerusakan alam yang dihasilkan. "Itu sudah tidak tepat," katanya.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Setempat Komisaris Hindarsono mengatakan penambangan pasir ilegal telah meluas hingga area taman nasional. Indikasinya, banyak patok penanda batas hilang dan pohon di taman nasional tumbang.
Sepanjang 2010, lanjut dia, sebanyak sembilan penambang tewas. Namun besar dugaan, jumlah itu masih lebih besar lagi karena adanya peristiwa yang tak terlaporkan ke polisi. "Ada kemungkinan memang para penambang masuk taman nasional," kata dia.
Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Dwi Koendarto membenarkan bahwa deposit pasir merapi di sungai telah habis. Namun penambangan masih tetap berlangsung hingga kini. "Akibatnya mereka merambah pasir (taman nasional) itu," kata dia.
Menurut dia, alih fungsi bidang pekerjaan cukup sulit dilakukan bagi para penambang. Dalam suatu operasi kependudukan, banyak dari penambang yang tertangkap karena tak memiliki identitas penduduk Setempat. Mereka hidup berpindah-pindah sesuai dengan pesanan truk pasir dan terbiasa mendapatkan uang secara instan, semisal menambang pasir.
ANANG ZAKARIA

Penambangan Liar Meluas

Kepala Taman Nasional Gunung Merapi Tri Prasetyo mengatakan batas penambangan pasir Merapi hanya diperbolehkan pada jarak tujuh kilometer lebih dari puncak gunung. Agar tak merusak lingkungan, penambangan harus dilakukan di sungai yang masih menyimpan deposit pasir. "Tapi nyatanya sekarang hanya berjarak tiga kilometer," nya, Selasa.
Menurutnya, cadangan pasir Merapi di sungai-sungai yang terletak di Provinsi telah habis. Cadangan itu hanya tersisa di Sungai Woro dan Gendol yang masuk wilayah Klaten Jawa Tengah dan Sleman Yogyakarta.
Lantaran cadangan pasirnya telah habis, lanjutnya, para penambang di Setempat itu merambah masuk ke wilayah Taman Nasional. Tak hanya di sungai, para penambang bahkan secara terang-terangan menambang di areal terbuka. Mereka mengeruk pasir yang tersimpang di hutan. "Mereka mencuri pasir di bawah pohon," katanya.
Penambangan pasir secara ilegal itu telah meresahkan masyarakat sekitar. Selain merusak lingkungan, sumber-sumber air yang terletak di lereng Merapi terancam mati. Warga sekitar, yang mayoritas merupakan petani salak, khawatir sulit mendapatkan air untuk mengairi perkebunan mereka. "Sekarang untung masih musim hujan, coba pas kemarau," katanya.
Sebanyak 18 truk penambang pasir ilegal telah ditahan karena menambang pasir di Ngablak beberapa waktu lalu. Bahkan di Kemiren, warga sempat memprotes masih beroperasi penambangan pasir di daerahnya. Namun ironisnya, penambangan pasir masih terus berlangsung.
Dia menilai, masalah penambangan pasir telah kompleks dan sulit terpecahkan. Pemerintah selalu berdalih, penambangan itu menyangkut masalah ekonomi masyarakat sekitarnya. Padahal, keuntungan ekonomi yang didapat tak sebanding dengan ancaman kerusakan alam yang dihasilkan. "Itu sudah tidak tepat," katanya.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Setempat Komisaris Hindarsono mengatakan penambangan pasir ilegal telah meluas hingga area taman nasional. Indikasinya, banyak patok penanda batas hilang dan pohon di taman nasional tumbang.
Sepanjang 2010, lanjut dia, sebanyak sembilan penambang tewas. Namun besar dugaan, jumlah itu masih lebih besar lagi karena adanya peristiwa yang tak terlaporkan ke polisi. "Ada kemungkinan memang para penambang masuk taman nasional," kata dia.
Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Dwi Koendarto membenarkan bahwa deposit pasir merapi di sungai telah habis. Namun penambangan masih tetap berlangsung hingga kini. "Akibatnya mereka merambah pasir (taman nasional) itu," kata dia.
Menurut dia, alih fungsi bidang pekerjaan cukup sulit dilakukan bagi para penambang. Dalam suatu operasi kependudukan, banyak dari penambang yang tertangkap karena tak memiliki identitas penduduk Setempat. Mereka hidup berpindah-pindah sesuai dengan pesanan truk pasir dan terbiasa mendapatkan uang secara instan, semisal menambang pasir.
ANANG ZAKARIA

Penambang Pasir Liar di Pesisir Pantai Camplong Masih Beroperasi

Sabtu, 18 Oktober 2014 17:32:18
Reporter : Zamachsari
Penambang Pasir Liar di Pesisir Pantai Camplong Masih Beroperasi

Sampang (beritajatim.com) - Pencegahan terhadap aktivitas penambangan pasir atau reklamasi yang terjadi di pesisir Pantai Camplong, tak kunjung ada kejelasan.
Pasalnya, hingga saat kini penambangan terus menerus dilakukan. Padahal, jauh hari sebelumnya berbagai kalangan meminta agar penambangan dihentikan. Karena aktivitas tersebut selain berdampak pada kerusakan lingkungan dan ekosistem laut, juga mengakibatkan abrasi di sepanjang bibir pantai khusunya dibeberapa titik seperti di Desa Taddan, Darma, dan Camplong.
Misdi Kepala Dinas Perisdustrian Perdagangan dan Pertambangan (Desperindagtam) Sampang ketika di hubunggi melalui jaringan mengatakan, jika pihaknya mengaku sudah sering melakukan teguran terhadap penambangan pasir. Namun saja teguran tersebut dikatakannya tidak diindahkan. Sebab setelah dinasnya meninggalkan lokasi penambangan, sejumlah pekerja kembali lagi melakukan penambangan secara liar.
"Bukan kita membiarakan, malah jelas-jelas kita sudah melarang, namun larangan dari kita tidak mendapat respon sama sekali," terangnya, Sabtu (18/10/2014).
Menurutnya, selain melakukan pelarangan langsung, dinasnya mengaku juga seringkali menempatkan papan larangan yang di pasang tepat di lokasi penambangan. Namun hal itu tidak berumur lama. Karena plang tersebut tiba-tiba hilang.
"Teguran secara langsung maupun tertulis kita sudah lakukan, namun tetap saja tidak digubris, bahkan papan yang bertuliskan larangan yang ditempatkan di pinggir pantai sering hilang," tandasnya.
Selain itu, Misdi berharap agar pihak penegak Perda lebih tegas lagi dalam melakukan penindakan. Sebab, apabila tetap saja dibirkan, membuat pantai semakin terkikis, bahkan kondisi pantai hanya dihiasi batu tanpa pasir. "Kita juga berharap agar pihak lain ikut membantu dalam mengatasi dan mencarikan solusi dalam penambangan pasir liar ini," pungkasnya. [sar/kun]

Tak Ada Perda, Penambang Terus Keruk Pasir Pantai Camplong

TAK DIHIRAUKAN: Pekerja sedang memindahkan pasir ke pikap di Jalan Raya Taddan, Kecamatan Camplong, Sampang, kemarin.
Pekerja sedang memindahkan pasir ke pikap di Jalan Raya Taddan, Kecamatan Camplong, Sampang, kemarin.
,Satpol PP Hanya Membina
CAMPLONG – Larangan penambangan pasir di pantai oleh aparat penegak perda Satpol PP Sampang masih saja dilanggar penambang. Penambang tampaknya enjoy dengan usahanya tersebut. Bahkan di beberapa titik di sepanjang Jalan Raya Taddan, Pantai Camplong, terdapat tumpukan pasir, kemarin (2/1). Saat ini Satpol PP Sampang sedang proses penyusunan rapat peraturan daerah (raperda).
Pantauan Jawa Pos Radar Madura (JPRM), di sepanjang Jalan Raya Taddan, Kecamatan Camplong terlihat tumpukan hasil penambangan liar. Tidak hanya itu, tumpukan batu karang laut juga ditemui di ruas-ruas jalan.
Kasi Operasi Moh. Sadik mewakili Kepala Satpol PP Sampang Hamdani mengaku telah melakukan pengawasan di area lokasi penambangan pasir laut.  ”Hampir tiap hari (pagi dan sore) kita sering ke lokasi,” akunya.
Namun, kata Sadik, ketika dilakukan razia sering kali juga tidak menemukan penambang pasir tersebut. ”Mereka main kucing-kucingan, ya saat kita lakukan razia, mereka tidak ada, begitu juga sebaliknya,” terangnya.
Menurut Sadik, alasan masih maraknya penambangan pasir laut ilegal karena para penambang mengaku hanya menggantungkan pekerjaan pada menambang pasir laut. Diungkapkan, penambang tidak memiliki pekerjaan selain menambang pasir di pantai.
”Alasan mereka tidak punya pekerjaan,” kata Sadik. Karena belum ada peraturan daerah (perda), sambung Sadik, maka pihaknya hanya sebatas menertibkan.
Sadik mengatakan, penambang akan berhenti menambang jika ada pilihan lain. ”Dibantu bentor mereka akan berhenti menambang pasir di laut gitu katanya. Dari keluhan itu, kami laporkan ke atas yang kemudian akan disampaikan ke bupati Sampang,” papar Sadik.
Diungkapkan, saat ini satpol PP dalam proses penyusunan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang penambangan pasir laut. Namun, ditanya selesainya perda tersebut, Sadik tidak bisa memberikan penjelasan yang pasti. Namun yang jelas, kemungkinan akan selesai pertengahan Januari. ”Kami menunggu duduk bersama dengan anggota dewan dan dinas terkait,” ujarnya.
Sembari menunggu selesainya perda, pihaknya terus berusaha untuk melakukan sosialisasi dan penertiban serta pembinaan kepada penambang pasir liar. ”Kita butuh kerja sama dari semua masyarakat,” pungkasnya. (c10/rd)

Melihat Aktivitas Penambang pasir Ilegal di Jalur Pantura

SEMAKIN MARAK: Dump truck dan pikap masuk ke area Pantai Sepanjang Kecamatan Ambunten hingga Pasongsongan, kemarin.
Dump truck dan pikap masuk ke area Pantai Sepanjang Kecamatan Ambunten hingga Pasongsongan, kemarin.

Musim Proyek, Penambangan Semakin Menggila

SUMENEP - Aktivitas penambangan pasir ilegal di pantai utara Sumenep terjadi sepanjang tahun. Namun, ada saat-saat tertentu penambangan dilakukan secara besar-besaran. Biasanya, setiap akhir tahun penambangan dilakukan membabi buta seiring banyaknya pesanan pasir. Diduga itu terjadi berbarengan dengan pengerjaan proyek fisik.
Hari masih pagi. Jalan di jalur pantura Ambunten–Pasongsongan masih sepi. Namun, jika melihat ke sisi pantai, ternyata bisa melihat sejumlah orang sudah beraktivitas. Mereka adalah penambang pasir ilegal.
Para penambang ini tidak terbatas dari kalangan pria. Di antara mereka banyak perempuan yang sibuk menaikkan pasir ke atas pikap. Aktivitas itu bisa dilihat setiap hari di sepanjang tahun.
Namun belakangan ini aktivitas tersebut lebih ramai. Jumlah penambang jauh lebih banyak. Begitu pun jumlah pasir yang mereka tambang. Bahkan, kendaraan pengangkut pun tak sekadar pikap. Dump truck kadang parkir di pantai untuk mendapatkan pasir dari para penambang.
Pantauan Jawa Pos Radar Madura, kemarin (8/12) puluhan penambang memenuhi pinggir pantai mengeruk pasir di pantai yang masuk wilayah Kecamatan Pasongsongan. Tua muda, laki perempuan, semua asyik mengeruk pasir.
”Ya, belakangan banyak pemesan. Bulan-bulan ini kan banyak proyek dan banyak orang bangun rumah,” kata Hasbullah, warga Ambunten Barat, Kecamatan Ambunten, kemarin.
Dikatakan, aktivitas penambangan sudah dilakukan sejak dulu. Menurut Hasbullah, meski mayoritas warga sekitar pantai bekerja sebagai nelayan, namun di antara mereka ada pula yang bekerja sehari-hari sebagai penambang pasir.
”Entah pembelinya dari kalangan pemilik proyek atau dari warga biasa, saya tidak tahu. Yang pasti, pemesan memang lumayan banyak,” ucap pria tersebut saat ditanya dari mana biasanya pembeli itu berasal.
Hasbullah yang mengaku lebih banyak bertani itu mengatakan, sebagian anggota keluarganya menjadi penambang. ”Saya ya lebih banyak bertani, tapi sepupu dan bibi saya kadang menambang untuk dijual, iseng-iseng saat pesanan mulai berdatangan,” akunya.
Saat ditanya terkait penertiban petugas, baik dari satpol PP maupun pihak musyawarah pimpinan kecamatan (muspika), Hasbullah mengaku tidak begitu banyak tahu. ”Gak tahu juga. Tetapi, bagi warga di sini, mau bagaimana lagi, ini sudah menjadi mata pencaharian warga,” pungkasnya.
Sementara itu, Camat Pasongsongan Arif Susanto membantah jika tumpukan pasir yang ada di wilayahnya merupakan hasil penambangan liar di Kecamatan Pasongsongan. Menurutnya, pasir putih yang menumpuk di pinggir pantai Pasongsongan merupakan hasil tambang yang dibeli dari Ambunten.”Kalau di Pasongsongan sepertinya nggak ada. Yang menumpuk itu hasil beli dari Ambunten,” katanya.
Ditanya soal adanya warga yang menambang di wilayah kerjanya, Arif berdalih itu hanya sebagian kecil. Itu pun warga mengeruk di lahan milik pribadi. ”Kalau di Pasongsongan ada penambang, tapi tidak menambang di pantai. Tapi di pinggiran jalan raya saja yang tidak merusak lingkungan pantai,” katanya
Sementara itu, Kasatpol PP Abdul Majid mengaku tidak bisa berkomentar banyak terkait maraknya penambang ilegal di wilayah pantura Sumenep. Menurutnya, selama ini masyarakat tidak bisa diajak kerja sama. ”Komentar saya sedikit saja, kita butuh duduk bersama untuk saling menyadari bahwa lingkungan itu milik kita semua. Perlu kita jaga bersama dan perlu kerja sama antara kita, pemerintah, kepala desa, dan warga (penambang),” katanya singkat. (*/fei)

Penambangan Pasir Liar di Pacitan Kembali Marak


Penambangan Pasir Liar di Pacitan Kembali Marak
Doc : antarajatim.com
Pacitan - Aktivitas penambangan pasir secara liar di sepanjang Sungai Grindulu dan Lorok, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, kembali marak seiring datangnya musim kemarau mulai Juni ini.

Kasi Trantib Kantor Satpol PP Pacitan, Daryono, Selasa mengatakan maraknya penambangan itu dilakukan oleh warga maupun sindikat.

"Biasanya mereka kembali beraktivitas begitu hujan reda atau setiap memasuki musim kemarau. Mungkin karena debit air menurun sehingga pasir mudah digali," katanya.

Meski mengetahui adanya penambangan liar, Satpol PP tidak berjanji untuk melakukan penertiban. Mereka berdalih, penertiban biasanya mereka lakukan dengan menggunakan pendekatan secara personal, demi menghindari resistensi langsung dari para penambang.

"Langkah penindakan ataupun penertiban tanpa memperhitungkan dampak sosial bisa berisiko. Ingat, para pelaku penambangan itu adalah warga sekitar sehingga pendekatan persusasif lebih kami kedepankan demi menghindari konflik langsung," ujarnya.

Meski begitu, lanjut Daryono, pihaknya saat ini intensif melakukan pemantauan di titik-titik penambangan pasir, salah satunya di wilayah Kecamatan Pacitan.

Ia mengatakan bahwa di Kota Pacitan saja pihaknya telah mengidentifikasi tiga titik lokasi penambangan pasir liar, yakni di wilayah Desa Sirnoboyo, Kembang, dan Menadi.

Di tiga desa tersebut, sejumlah penambang bahkan menggunakan mesin penyedot pasir dengan kapasitas lebih dari 25 PK. "Ini tentu tidak sesuai dengan aturan pertambangan," ujarnya.

Tak hanya masalah izin, lokasi penambangan juga menjadi perhatian tersendiri bagi Satpol PP, sebab jika penambangan terlalu dekat dengan infrastruktur, risiko maupun dampaknya terlalu tinggi.

Amblesnya jembatan Arjowinangun di Kecamatan Pacitan, beberapa waktu lalu disinyalir juga disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir di dasar sungai yang berlokasi tak jauh dari titik jembatan yang ambles tersebut.
Redaktur: Endang Sukarelawati