Minggu, 08 Februari 2015

Penambangan Liar Meluas

Kepala Taman Nasional Gunung Merapi Tri Prasetyo mengatakan batas penambangan pasir Merapi hanya diperbolehkan pada jarak tujuh kilometer lebih dari puncak gunung. Agar tak merusak lingkungan, penambangan harus dilakukan di sungai yang masih menyimpan deposit pasir. "Tapi nyatanya sekarang hanya berjarak tiga kilometer," nya, Selasa.
Menurutnya, cadangan pasir Merapi di sungai-sungai yang terletak di Provinsi telah habis. Cadangan itu hanya tersisa di Sungai Woro dan Gendol yang masuk wilayah Klaten Jawa Tengah dan Sleman Yogyakarta.
Lantaran cadangan pasirnya telah habis, lanjutnya, para penambang di Setempat itu merambah masuk ke wilayah Taman Nasional. Tak hanya di sungai, para penambang bahkan secara terang-terangan menambang di areal terbuka. Mereka mengeruk pasir yang tersimpang di hutan. "Mereka mencuri pasir di bawah pohon," katanya.
Penambangan pasir secara ilegal itu telah meresahkan masyarakat sekitar. Selain merusak lingkungan, sumber-sumber air yang terletak di lereng Merapi terancam mati. Warga sekitar, yang mayoritas merupakan petani salak, khawatir sulit mendapatkan air untuk mengairi perkebunan mereka. "Sekarang untung masih musim hujan, coba pas kemarau," katanya.
Sebanyak 18 truk penambang pasir ilegal telah ditahan karena menambang pasir di Ngablak beberapa waktu lalu. Bahkan di Kemiren, warga sempat memprotes masih beroperasi penambangan pasir di daerahnya. Namun ironisnya, penambangan pasir masih terus berlangsung.
Dia menilai, masalah penambangan pasir telah kompleks dan sulit terpecahkan. Pemerintah selalu berdalih, penambangan itu menyangkut masalah ekonomi masyarakat sekitarnya. Padahal, keuntungan ekonomi yang didapat tak sebanding dengan ancaman kerusakan alam yang dihasilkan. "Itu sudah tidak tepat," katanya.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Setempat Komisaris Hindarsono mengatakan penambangan pasir ilegal telah meluas hingga area taman nasional. Indikasinya, banyak patok penanda batas hilang dan pohon di taman nasional tumbang.
Sepanjang 2010, lanjut dia, sebanyak sembilan penambang tewas. Namun besar dugaan, jumlah itu masih lebih besar lagi karena adanya peristiwa yang tak terlaporkan ke polisi. "Ada kemungkinan memang para penambang masuk taman nasional," kata dia.
Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Dwi Koendarto membenarkan bahwa deposit pasir merapi di sungai telah habis. Namun penambangan masih tetap berlangsung hingga kini. "Akibatnya mereka merambah pasir (taman nasional) itu," kata dia.
Menurut dia, alih fungsi bidang pekerjaan cukup sulit dilakukan bagi para penambang. Dalam suatu operasi kependudukan, banyak dari penambang yang tertangkap karena tak memiliki identitas penduduk Setempat. Mereka hidup berpindah-pindah sesuai dengan pesanan truk pasir dan terbiasa mendapatkan uang secara instan, semisal menambang pasir.
ANANG ZAKARIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar